BERTENGKAR SEHAT

 


Siapa yang sering sekali bertengkar ? Baik dengan pasangan, dengan keluarga, dengan adik atau kakaknya , atau dengan rekannya ? Manusia yang notabenenya sebagai makhluk sosial tentu tidak pernah terlepas dari sebuah pertengkaran. Bertengkar dengan dirinya sendiri bahkan bertengkar dengan keluarga, teman atau pasangan. 

Pertengkaran atau konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu "con" yang berarti persamaan dan "figere" yang bermakna benturan atau tabrakan sehingga konflik diartikan sebagai sebuah proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan lawan tanpa memperhatikan norma dan nilai yang telah ditetapkan. 

Kalau dipikir-pikir yang namanya pertengkaran itu sungguh sangat menguras energi. Mengapa demikian ? Bertengkar cenderung membuat diri kita tidak memiliki kendali, merasa tidak dipedulikan, tidak dihargai, maupun dimengerti. Dengan situasi yang demikian, biasanya kedua individu saling mempertahankan dirinya dengan saling menyalahkan habis-habisan. Kebanyakan dari kita menganggap bahwa pertengkaran cenderung berkonotasi ke arah yang sifatnya negatif atau destruktif karena pertengkaran pada akhirnya akan membawa pada suatu kondisi ketidakteraturan sosial bahkan perpecahan.

Lantas, mengapa kita sebagai manusia tidak mencoba untuk melihat pertengkaran dari sisi positifnya ?
Mengapa kita tidak mencoba untuk menciptakan pertengkaran ke arah yang lebih konstruktif ?

Saya rasa, bertengkar itu hal yang normal terjadi di kehidupan kita dan tidak selamanya pertengkaran itu sifatnya buruk. Pertengkaran tentu bisa saja menjadi satu momen perbaikan keadaan antar dua individu. Pertengkaran juga bisa menjadi bahan koreksi diri agar menjadi lebih baik dengan catatan bahwa kedua individu memiliki kesadaran atas dirinya masing-masing. 

Kesadaran apa yang dimaksud ?

Kesadaran bahwa kita sebagai sesama manusia terlahir tidak sempurna dan pasti memiliki banyak kekurangan,
Kesadaran bahwa dengan memiliki banyak kekurangan, maka dengan saling memahami dan mengerti situasi satu sama lain keadaan akan jauh lebih baik.
Kesadaran bahwa pertengkaran itu hanya soal ingin dimengerti satu sama lain untuk menjawab perasaan manusia yang sedih dan tidak terpenuhi keinginannya mengingat setiap manusia pasti memiliki titik lelah dan jenuh dalam hidupnya.

Bertengkar bukan soal perebutan siapa yang akan jadi pemenang dalam berargumen, melainkan bagaimana kita bisa menjadikan perbedaan pendapat itu menjadi lebih baik melalui komunikasi dua arah yang terstruktur. Dengan demikian memungkinkan untuk menciptakan pertengakaran menjadi jauh lebih sehat.

Lantas, bagaimana caranya untuk lebih tenang dalam perselisihan ?

Refleksi dan coba untuk dengarkan apa yang dirasakan oleh diri sendiri.
Momen emosional sering kali membuat kita lebih cenderung menyalahkan lawan bicara. Namun tidak ada salahnya untuk mencoba bertanya pada hati kita apakah kita kurang dipedulikan, kurang dicintai, dihargai atau bahkan mungkin kita kurang istirahat sehingga emosi dalam diri terasa menjadi tidak stabil.

Coba untuk jujur dan ungkapkan apa yang dirasakan dan coba ungkapkan dengan nada yang tenang.
Agak sulit memang dilakukan namun mungkin ini bisa jadi salah satu cara yang efektif untuk mereda pertengkaran. Dalam situasi emosi pun kita harus pandai memilah bahasa, kata-kata dan nada bicara yang tepat agar pesan yang kita sampaikan dapat tersalur dengan baik.

Lebih banyak mendengarkan daripada terus berdebat.
Dengan mendengarkan terlebih dahulu apa yang disampaikan oleh lawan bicara, kita dapat memproses pesan yang disampaikan. Disamping memproses pesan, kita bisa juga memproses jawaban apa yang hendak kita sampaikan pula dengan kata-kata yang lebih tertata dan bahasa yang enak untuk didengar dan disampaikan sehingga kemungkinan untuk meredakan pertengkaran bisa jauh lebih baik.

Cobalah untuk ambil waktu jeda sejenak untuk menjernihkan pikiran.
Ketika bertengkar, segala perasaan harus diungkapkan semua bahkan terkadang sampai terlewat batas dan menyakiti perasaan satu sama lain. Untuk mencegahnya, kita bisa mengambil sedikit jeda untuk mendinginkan kepala. Mungkin caranya bisa dengan mengkomunikasikan dengan lawan bicara kita bahwa kita membutuhkan jeda sejenak dan memisahkan diri ke ruangan yang berbeda, namun tidak lupa untuk kembali lagi meluruskan permasalahan ketika sudah stabil emosinya.

Jika diperlukan, cobalah untuk menulis surat berupa keluhan yang dirasakan.
Ini mungkin menjadi satu cara yang bisa dicoba bagi seseorang yang kurang pandai untuk berdebat secara langsung atau mungkin sudah terlalu lelah dengan permasalahan yang terjadi secara repetitif.
Menulis surat juga bisa menjadi koreksi bagi diri sendiri dan juga lawan bicara yang membacanya.

Forgive and forget.
Perlu diingat bahwa terlalu lama menunda minta maaf dan membawa masalah sampai berlarut-larut justru akan lebih memperburuk keadaan hubungan. Saling memaafkan dengan tulus dan coba untuk melupakan. Melupakan di sini bukan berarti dihapus permanen, melainkan untuk bahan evaluasi agar tidak terjadi lagi dikemudian hari.

Bertengkar tentu lazim terjadi di hubungan kita baik dengan orang terdekat, rekan kerja, bahkan keluarga, namun dengan menciptakan pertengkaran yang sehat kita jadi lebih banyak menyadari untuk saling dimengerti, saling dicintai, dihargai untuk relasi yang lebih baik ke depannya. 

Sumber :
Ubaidi, Muhammad Abdullah. 2024. Sumber Gejala dan Penyebab Konflik. Wawasan : Jurnal Ilmu Manajemen, Ekonomi dan Kewirausahaan Vol 2 No. 1 Januari 2024.

Thich Naht Hanh, Jason DeAntonis. How To Fight. Parallax Press : 2017

On Marissa's Mind : Bertengkar Sehat. Website : https://greatmind.id/article/on-marissa-s-mind-bertengkar-sehat

Comments

Popular Posts