Why Normalize Tox-sh*t ???
Source : https://id.pinterest.com/pin/448248969170702592/
Ada begitu banyak rangkaian peristiwa yang kita alami semakin beranjaknya dewasa usia kita.
Ada yang memetik hal manis dari setiap pengalaman yang dilaluinya,
tapi ada pula yang harus menelan pahitnya kenyataan yang dijalaninya.
Hidup begitu penuh dilalui oleh serangkaian proses pendewasaan dan yang perlu diingat adalah
"Proses hidup dari setiap manusia tentu berbeda-beda"
Ada yang mungkin dipaksa dewasa oleh keadaan, ada pula yang menemukan lika-liku permasalahan untuk membuatnya belajar menjadi dewasa, namun ada pula yang justru tidak belajar dari pengalaman serta masih banyak lagi bentuk dari proses pendewasaan, termasuk segala pilihan hidup yang kita jumpai di setiap manusia.
"Selama hidup terus berjalan, masalah akan datang dan terus ikut berputar"
Masalah .. sejatinya merupakan bentuk proses pendewasaan, hanya saja memang bentuk masalah dari tiap orang tentu berbeda tinggal bagaimana kita menghadapinya. Namun sebagai manusia yang dikenal sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan bantuan dari orang lain dalam penyelesaiannya.
Tapi pada kenyataannya... proses penyelesaian masalah tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Hal yang banyak terjadi, terutama dalam penggunaan sosial media, sering kali kita temukan hal yang dianggap TOXIC .. dan anehnya, sebagian dari kita MENORMALISASIKAN hal tersebut dan yang lebih parah yaitu yang melakukan adalah circle terdekat kita.
Seperti apa hal tersebut ?
1. UNDERESTIMATE
Hal yang pertama sering terjadi yaitu terlalu menganggap sebelah mata permasalahan orang lain seolah ia lebih memiliki masalah yang lebih besar bahkan ia belum pernah mengalami permasalahan yang orang lain alami.
Hal ini banyak terjadi ketika teman sepermainan sedang mencurahkan permasalahannya yang begitu kompleks. Sebagai teman sepermainan yang notabenenya selalu ada dikala suka dan duka, namun malah justru sebaliknya. Lalu selanjutnya yang terjadi apa ?
2. COMPARATION
Membandingkan permasalahan yang dialami orang lain dengan masalah yang ia alami dan terlihat jauh lebih kompleks sehingga mengabaikan keluh kesah yang dialami orang lain tersebut.
Alih-alih ingin didengarkan dan diberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi malah justru sebaliknya kita yang mendengarkan permasalahannya yang terkesan menjadi bentuk pembelaan. Bukannya menjadi teman yang solutif melainkan menjadi teman yang kontradiktif. Setelah berhasil melakukan perbandingan masalah mana yang lebih besar, lalu selanjutnya apa yang dilakukan ?
3. GASLIGHTING
Bentuk manipulasi psikologis seseorang yang pada akhirnya akan mempertanyakan dirinya sendiri baik pikiran dan perasaan terhadap apa yang sedang ia alami.
Sederhananya, kata yang sering keluar berupa kata-kata tajam yang mampu membuat psikis orang lain menjadi terganggu seperti tersinggung, merasa tidak dihargai, ataupun marah. Contohnya ...
"Ih gitu aja marah .. becanda doang"
"Baper amat sih jadi orang"
"Pantesan mentalnya gak kuat baru digituin aja udah down"
Ketiga rangkaian tindakan yang dianggap TOXIC tersebut sudah lumrah terjadi dewasa ini dan dengan ringannya hal tersebut dianggap normal dengan dalih menguji mental seseorang dalam menghadapi masalah.
"Loh, kan dia yang baper kenapa jadi saya yang salah ?
Dia aja yang mentalnya gak kuat, mainnya kurang jauh"
jadi, bagaimana kalian merespon pernyataan ini ?
Kata banyak orang, hidup itu memang keras, namun sekeras-kerasnya hidup tetap tidak membenarkan tindakan yang mengakibatkan psikis orang lain menjadi terganggu. Seperti yang sudah dikatakan di awal tulisan ini bahwa proses hidup setiap manusia jelas berbeda dan itulah mengapa hidup juga mengajarkan untuk SALING MENGHARGAI perbedaan tersebut. Salah satu bentuk menghargai orang lain yaitu dengan memunculka rasa EMPATI dengan sesama.
Akan tetapi hal yang sangat disayangkan pada cicle kita saat ini adalah
"Kita cenderung ingin didengarkan, bukan mendengarkan"
Padahal, dengan mendengarkan, kita bisa saja sedang membantu memulihkan luka batin atau setidaknya meringankan permasalahan yang orang lain rasakan, namun mirisnya seni mendengarkan ini belum teraplikasi secara merata bagi kita yang 'katanya' mengaku berpendidikan.
Selain itu, penggunaan kata "maaf" di era sekarang juga sudah sangat jarang ditemui, apalagi menyangkut circle pertemanan. Kata maaf seolah menjadi gengsi tersendiri untuk diucapkan. Alih-alih minta maaf, justru yang terjadi malah membiarkan permasalahan tersebut seolah tidak pernah terjadi dan keadaan akan normal kembali di keesokan harinya.
Jadi kesimpulannya ....
Tindakan atau perilaku apapun yang menyangkut psikis seseorang merupakan permasalahan yang dapat dikatakan serius karena kita tidak akan pernah tau kondisi psikis seseorang itu sedang stabil atau tidak. Setidaknya, sebagai generasi yang berpendidikan dan memiliki akhlak selalu menjunjung tinggi prinsip MENGHARGAI sesama manusia apapun bentuk permasalahan yang sedang dihadapinya. Dalam proses pendewasaan juga coba untuk belajar memposisikan diri ke posisi orang lain sehingga rasa empati itu muncul . Menjalin pertemanan pun tetap menggunakan adab yang sesuai walaupun dikemas dengan gaya yang santai.
Permasalahan toxic yang dinormalisasikan di era sekarang ini jelas masih banyak kita temui selain ketiga tindakan yang sudah dijelaskan di atas. Jadi, kamu sering menemui hal toxic yang bagaimana ?
Comments
Post a Comment