RECOVERY [ with Alviolita Syah Putri ]
Source : https://id.pinterest.com/pin/532339618458286324/
Kurang lebih sekitar 1 bulan terlepas dari sosial media seolah ada rasa kurang update beberapa rentetan berita terkini. Sebagai salah seorang yang bisa dikatakan intens menggunakan sosial media, saya sekilas sempat berpikir dan merasakan rindu akan aktivitas teman-teman yang bisa terlihat lewat sosial media tersebut. Namun rasa rindu itu justru kalah dengan ketidaksiapan ketika ditanya
"Kok gak ada kabar ??"
"Biasanya update story instagram tapi kok tumben gak muncul"
Ketika membaca berita terkini, justru yang muncul pertama adalah kasus penderita COVID-19 yang cenderung semakin meningkat. Percaya atau tidak, baik itu fakta di lapangan maupun hanya konspirasi belaka, COVID-19 benar adanya dan ....
SAYA ADALAH SALAH SATU ORANG YANG TERKENA DAMPAKNYA
Sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit yang notabene rentan terhadap COVID-19, saya sempat ada rasa khawatir bagaimana jika suatu saat virus itu menyerang, terlebih lagi di rumah sakit sudah mulai menangani pasien COVID-19.
Takut itu pasti tapi saya tetap tidak mau tenggelam dalam ketakutan itu. Berbagai protokol kesehatan mulai dari penggunaan masker , sanitizer serta menjaga jarak sudah diterapkan.
tapi bagaimana jika tubuh saya berada dalam kondisi yang kurang prima saat bekerja ?
Tepat pada tanggal 22 Desember 2020 lalu, virus COVID-19 menyerang saya.
Fase 1 :
gejala awal yang dirasakan ketika di tanggal 20 Desember 2020 seperti badan meriang, flu serta mata dan hidung yang terasa panas.
gejala ini mirip seperti kondisi pada umumnya seseorang ketika sedang merasa kelelahan ditambah lagi cuaca di bulan Desember yang intensitas curah hujannya tinggi.
Fase 2 :
Keesokan harinya, di tgl 21 Desember 2020, saya izin tidak masuk kerja dikarenakan kondisi fisik yang kurang fit. Di sini indera penciuman mulai kurang peka. Ketika ingin mencium bau yang menyengat harus didekatkan ke hidung baru aromamnya tercium. Di saat bersaman pula indera perasa juga semakin kurang peka untuk merasakan manis, pahit, asam, dan asin.
Fase 3 :
Di tanggal 22 Desember 2020, saya memutuskan untuk melakukan Swab Antigen Test dan Test PCR. Dihari itulah saya dinyatakan REAKTIF.
Lalu apa yang saya rasakan ketika dinyatakan
reaktif COVID-19 ?
Reaksi yang pertama keluar adalah menangis sejadi-jadinya diikuti dengan rasa khawatir, bingung, takut, pusing serta gugup.
Menurut saya, normal saja merasa demikian ditambah dengan berita-berita yang tersebar di media tentang covid-19 yang dampaknya bisa menelan korban jiwa. Alih-alih memperparah keadaan, akhirnya saya memilih pulang ke rumah dengan memberitahukan keluarga terkait status reaktif ini.
Ketika kabar ini sampai ke keluarga, semuanya sepakat untuk melakukan swab antigen test juga untuk meminimalisir terjadinya penularan dikarenakan juga di rumah ada bayi. Saya sangat bersyukur hasil test semua keluarga dinyatakan NEGATIF dan mulai untuk mensterilkan kondisi rumah.
Fase 4 :
Di hari-hari berikutnya saya mulai melakukan isolasi mandiri. Kondisi di fase ini, kepekaan indera perasa dan penciuman masih sama, artinya belum bisa mencium dan merasakan apapun.
Di sini kondisi batin masih belum percaya bahwa virus itu pada akhirnya menyerang saya. Awal-awal melakukan isolasi, saya masih sering menangis. Tapi saya lebih memilih untuk menjalani saja daripada malah memperparah keadaan.
Selama isolasi mandiri, ada beberapa anjuran dokter yang saya terapkan, antara lain seperti :
1. Pukul 05.30, makan telur rebus dan susu beruang.
2. Pukul 08.00 pagi, sarapan dan minum obat.
3. Berjemur 15-20 menit, mandi dan istirahat.
4. Pukul 12.00, makan siang dan minum obat.
5. Pukul 16.00, minum vitamin dan beraktivitas di dalam ruaangan
6. Pukul 07.00, makan malam, minum obat dan istirahat
Hal di atas saya lakukan setiap hari selama isolasi mandiri. Memang terkesan membosankan namun hanya itulah yang bisa dilakukan selama pandemi.
Fase 5 :
Di tanggal 28 Desember 2020, keadaan indera penciuman dan perasa sudah mulai lebih peka dari sebelumnya dan saya sempat merasakan mual . Selama isolasi juga saya lebih banyak meminum air hangat dan mengkonsumsi makanan yang lembut agar mudah dicerna dan ditambah dengan bawang putih. Sesekali menghirup minyak kayu putih untuk melegakan kondisi mual dan pusing yang saya rasakan.
Fase 6 :
Hari-hari berikutnya, kondisi saya mulai membaik, indera perasa dan penciuman sudah mulai normal kembali, flu sudah mulai berkurang, namun tetap menjalankan anjuran dari dokter seperti yang dijelaskan di fase 4 .
Fase 7 :
Tepat di tanggal 4 Januari 2021, kondisi fisik perlahan normal kembali dan saya memutuskan untuk melakukan Test Swab dan PCR
Fase 8 :
Hasil dari test PCR evaluasi menyatakan bahwa kondisi kesehatan saya sudah normal kembali dan dinyatakan sembuh dan bisa bekerja seperti biasanya.
Bagaimana rasanya ketika dinyatakan sembuh ?
Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT.
Walaupun gejala yang dirasakan masih termasuk dalam gejala ringan, saya masih bisa sembuh dan beraktivitas normal kembali tetap dengan protokol kesehatan yang dianjurkan.
Tapi satu hal , cukup sekali merasakan penyakit ini seumur hidup.
Waktu pertama kali dinyatakan positif, kamu sempat drop.
Tapi apa yang membuat kamu bertahan hingga sembuh ?
Drop itu pasti, karena baru pertama kali terserang. Rasa panik dan takut pun mengikuti. Di tambah lagi dengan beredarnya berita bahwa covid-19 makin merajalela. Tapi saya belajar bahwa panik itu justru hal yang sia-sia. Ketika kita panik, imunitas kita akan turun, dan ketika imun turun justru rentan penyakit akan cepat menyerang.
Tapi lagi-lagi saya berhasil bangkit karena dukungan keluarga dan pasangan. Saya sangat bersyukur dikelilingi orang-orang yang bersedia selalu mendukung saya baik ketika sehat maupun sakit. Mulai dari kemana-mana selalu ditemani untuk test swab dan PCR, mulai cerewet urusan makan dan obat, selalu mengingatkan hal-hal kecil seperti minum air hangat dan berjemur.
Saya tidak mau memberitahukan keadaan saya ke banyak orang karena bukannya semakin sembuh, yang ada membuat orang lain semakin panik.
Hal baik apa yang bisa dipetik dari pengalaman ini ?
Saya jadi lebih peduli dengan kondisi diri, lebih banyak waktu luang untuk perbaikan fisik maupun mental selama isolasi. Dari yang menganggap bahwa pandemi itu hal yang buruk, tapi ketika lihat sisi positifnya, interaksi antara aku, keluarga, pasangan dan orang terdekat lainnya semakin erat. Saling support diantara kami itu justru yang jadi energi baik untuk kesehatan fisik dan mental.
Apakah ada pesan yang ingin disampaikan
untuk teman-teman di luar sana ?
"Your body is your alarm"
Ketika kamu lelah atau enggak, hanya diri kamu yang bisa kontrol kapan waktunya istirahat dan kapan waktunya beraktivitas, apalagi di tengah pandemi. Walaupun protokol kesehatan sudah dijalankan tidak menutup kemungkinan covid bisa tetap menyerang jika kita tidak menjaga imunitas secara stabil.
"Stop underestimate pandemic"
Daripada membicarakan dan menjauhi orang yang terdampak covid-19, lebih baik mendukung untuk kesembuhannya. Karena bukan hanya fisik yang terserang, tapi mental juga butuh untuk dikuatkan.
Terkadang ucapan "Sehat terus yaa, sehat selalu yaa" jauh lebih penting daripada sekedar mengirimkan berita atau informasi pandemi yang kurang terverifikasi.
Comments
Post a Comment