FORGET OR FORGIVE


Tahun 2020 bisa jadi tahun terberat yang dialami tiap manusia. Yang tadinya punya rencana besar, punya mimpi yang besar, punya wishlist yang banyak pada akhirnya sementara tertunda karena keadaan. 

Bahkan kurang lebih sepekan yang lalu, Hari Raya Idul Fitri tentu terasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Yang biasanya melakukan ibadah Sholat Eid di lapangan atau di masjid, yang biasanya saling berkunjung ke rumah-rumah untuk bersilaturahmi, untuk sementara ditiadakan dan tetap melakukan kegiatan di rumah dengan menggunakan media online saja.

Karena pekan lalu adalah hari raya, penulis sebelumnya ingin mengucapkan Mohon Maaf Lahir dan Batin untuk semua yang sudah menyempatkan waktunya membaca atau sekedar visit blog ini .

Bicara hari raya, ada yang bilang bahwa semua dimulai dari nol lagi ketika kata maaf sudah saling terucap. Bagaimana jika ternyata masih ada yang mengganjal di hati walaupun kata maaf sudah terucap ?

"Saya sudah maafkan tapi lebih baik kita tidak saling mengenal lagi"
"Saya sudah maafkan tapi anggap saja kita tidak pernah bertemu sebelumnya"

Cukup sering sebagian dari kita mengucapkan atau mengalami hal yang serupa. Pengalaman masa lampau yang meninggalkan kesan buruk menjadi salah satu faktor mengapa kita mengucapkan atau sekedar merasakan hal yang demikian. Begitu juga ketika kita tidak sengaja berpapasan di jalan seolah tidak mengenalnya padahal kita tahu mereka itu siapa. 

"Pada dasarnya, seseorang hadir dalam hidup pasti ada tujuannya. 
Entah itu untuk masa depan 
atau 
hanya sekedar meninggalkan sebuah pelajaran"

Ketika seseorang hadir dan terjadi hubungan timbal balik yang baik secara terus menerus diikuti dengan proses pendewasaan, maka kemungkinan besar hal tersebut akan berdampak untuk masa depan. Lain halnya jika keadaan menjadi sebaliknya. Seseorang yang hadir ternyata meninggalkan kesan buruk, biasanya akan membekas dalam ingatan yang berujung pada rasa benci dan dendam. Alih-alih berteman, lebih baik tidak saling mengenal untuk jangka waktu yang lama. Pada fase ini, mungkin sebagian orang beranggapan bahwa pelajaran yang bisa diambil ketika sudah mengenal seseorang tersebut adalah lebih berhati-hati dalam memilih seseorang untuk dijadikan teman/pasangan hidup. 

Walaupun hal tersebut lumrah terjadi di sekeliling kita, namun sedikit dari kita yang berpikir bahwa kesan buruk yang ditinggalkan seseorang yang datang dan pergi dalam hidup kita adalah salah satu kehendak Tuhan untuk menguji setiap ciptaan-Nya, apakah nantinya akan berbesar hati menerima kesan buruk tersebut atau tidak. Lantas, jika tidak bisa menerima kesan buruk tersebut apakah bisa dikatakan kurang berbesar hati ? 

"Kebanyakan dari kita adalah orang-orang yang mudah menerima
akan tetapi takut melepaskan dan sulit untuk memaafkan"

Hal ini menjadi salah satu topik bahasan yang menarik. Jika berbicara dan membahas soal hati manusia tentu sangat kompleks di dalamnya yang mana terdapat suatu hubungan antara manusia dengan dirinya, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan Tuhannya yang saling berkaitan satu sama lain. Sering diantara kita mendengar istilah

"Tuhan Maha membolak balikan hati manusia"

Sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara ciptaan lainnya, manusia diberikan sesuatu yang spesial yaitu akal dan hati yang bisa merasakan begitu banyaknya bentuk perasaan mulai dari senang hingga sedih. Ketika senang, manusia cenderung dengan mudah mengekspresikannya pada diri sendiri, dengan orang lain, maupun dengan Tuhan lewat doa. Bagaimana jika sedih, kecewa ? tentu sebagian dari kita mengekspresikannya dengan menangis, marah bahkan dendam. Memang, hal itu sudah sewajarnya terjadi, namun tidak dianjurkan untuk merasakanannya secara berlarut-larut.

Semua agama mengajarkan pada kebaikan. Baik itu kebaikan untuk diri sendiri maupun ketika hidup berdampingan dengan orang di sekitar kita. Selama hidup masih berjalan, kita akan sering dipertemukan dengan manusia lain dengan macam-macam tabiatnya. Ada yang beranggapan bahwa jika bertemu orang baik, waktu akan terasa sangat cepat berlalu atau dengan kata lain orang baik itu cepat sekali perginya . Sebaliknya, jika bertemu dengan orang yang begitu menjengkelkan, waktu begitu berputar lama sekali. Di poin inilah diri kita sedang diuji. Apakah kita bijak dan dewasa atau bahkan justru kita terjerumus pada kesalahan ketika menghadapinya ?

Pada dasarnya memang setiap manusia tidak bisa lepas dari kesalahan yang diperbuatnya. Berawal dari kesalahan itulah terkadang kata maaf masih dianggap belum cukup untuk memperbaiki keadaan. Mudah memaafkan seseorang dianggap sebagai suatu hal yang terkesan tidak membuat orang tersebut jera atas perbuatannya apalagi jika kesalahan yang dilakukan tergolong fatal.Melupakan masalah dan menganggapnya tidak pernah terjadi sering dilakukan sebagai alternatif permintaan maaf diterima, namun secara batin tetap masih ada yang terganjal. Akibat seringnya permintaan maaf terlantun, pada akhirnya rasa memaafkan hanya sebatas di bibir saja dan masih setengah hati untuk menerimanya kembali seperti sedia kala. 

Hal sederhana seperti demikian bisa diartikan bahwa pemicu terjadinya penyakit hati lainnya seperti benci, marah hingga dendam walaupun menanggapinya dengan diam. Alih-alih memilih diam dan melupakan walaupun masih kesal dan biar dipendam saja daripada memilih untuk menjadi seorang pendendam. 

Menjadi seorang pemaaf yang ikhlas memang berat. Tidak menutup kemungkinan rasa gengsi di tiap-tiap manusia juga ada. Daripada menjadi seorang pendendam, lebih baik amarah sedikit demi sedikit diredam. 

Lantas, hal sederhana apa yang sebaiknya kita lakukan ?

Seberapa sering kamu berkomunikasi dengan diri sendiri ? Hal tersebut mungkin bisa dilakukan sebagai tahap awal. Ketika komunikasi dengan diri sendiri sedang berjalan, maka beberapa memori masa lalu yang baik dan buruk akan hadir dan ikut serta dalam percakapan. Dengan dibumbui introspeksi dan mengingat hal apa sajakah yang pernah kita lakukan, secara perlahan akan membuka diri untuk lebih dalam berintrospeksi dan berbesar hati. 

Tapi bagaimana jika hal tersebut sudah dilakukan tapi masih belum berani untuk memulai memaafkan ?

Berkomunikasilah dengan Tuhan. Bukankah Tuhan tempat kita mengadu ? Mengapa tidak kita lakukan jika kita masih diberi kesempatan untuk bisa berkomunikasi dengan Tuhan sesuai dengan kepercayaannya masing-masing ? Tuhan akan tahu mana yang bersikap tulus menjadi seorang pemaaf atau masih setengah hati memaafkannya. Untuk urusan manusia dengan Tuhannya memang menjadi urusan masing-masing pribadi. Akan tetapi untuk urusan hati, jalan terbaik adalah kembali pada Sang Maha Pencipta. 

Memaafkan seseorang dengan kesalahan yang fatal memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun jika melupakan masalah juga tidak menjadi jalan terbaik untuk ketentraman hati. Pilihan tetap berada di tangan setiap manusia. 

So, Which one do you wanna choose? 
forget or forgive ?

Comments

Popular Posts