ASUMSI DI TENGAH PANDEMI [ with Maharani Vonidyah ]
Source : https://id.pinterest.com/pin/435793701440066868/
Ada kegaduhan apa di sosial media ??
Salah seorang dosen pernah melontarkan pertanyaan kurang lebih seperti ini :
"Apa sih dampak dari teknologi informasi dan multimedia dalam hal ini sosial media ?"
Lalu saya menjawab dengan didahulukan dampak negatif yang ditimbulkan yaitu bahwa sosial media dapat membuat kita menjadi malas. Beliau pun menyanggahnya ...
"Are you sure with that ? Sosial media dan teknologi pada dasarnya bersifat netral, Sosial media pada dasarnya dikendalikan oleh manusia. Apapun yang diisi dalam sosial media itu tergantung dari manusianya, termasuk pada dampak apa yang manusia berikan melalui sosial media"
Ada kegaduhan apa di sosial media ??
Salah seorang dosen pernah melontarkan pertanyaan kurang lebih seperti ini :
"Apa sih dampak dari teknologi informasi dan multimedia dalam hal ini sosial media ?"
Lalu saya menjawab dengan didahulukan dampak negatif yang ditimbulkan yaitu bahwa sosial media dapat membuat kita menjadi malas. Beliau pun menyanggahnya ...
"Are you sure with that ? Sosial media dan teknologi pada dasarnya bersifat netral, Sosial media pada dasarnya dikendalikan oleh manusia. Apapun yang diisi dalam sosial media itu tergantung dari manusianya, termasuk pada dampak apa yang manusia berikan melalui sosial media"
Berangkat dari sanggahan tersebut, terjadi proses berpikir dan mencari sebuah pemahaman melalui literatur atau kajian tentang dampak dari sosial media. Singkat cerita, kesimpulan menemukan bahwa sosial media pada dasarnya merupakan wadah untuk berkomunikasi, saling berbagi informasi dan berdiskusi terkait suatu hal.
Informasi yang ada di sosial media tentu digerakkan oleh manusia dengan tujuan memberikan pengetahuan baru bagi pengguna lainnya. Informasi yang dibagikan tentunya dapat berupa informasi yang positif maupun negatif. Ketika informasi yang dibagikan bernilai positif, tentu sosial media akan berdampak positif pula bagi pengguna dan pembacanya. Begitu juga sebaliknya.
Kesalahpahaman kita dewasa ini cenderung menilai bahwa sosial media berdampak buruk bagi perkembangan manusia, padahal yang sebenarnya adalah tinggal bagaimana manusia mengelola informasi yang dibagikan di sosial media, apakah bernilai baik dan bermanfaat atau malah sebaliknya.
Terkait dengan sosial media, baru-baru ini saya memantau media berita, bahkan beberapa sosial media seperti instagram, facebook dan twitter yang digemparkan dengan berbagai asumsi-asumsi publik yang terus berkembang menjadi sebuah konspirasi. Topik yang hangat kali ini mengangkat asumsi-asumsi tentang COVID-19.
Kita tahu, pandemi COVID-19 kurang lebih berhasil membuat kegaduhan dan kecemasan yang luar biasa khususnya untuk rakyat Indonesia yang mungkin masih terlalu awam dan dini akan istilah pandemi ini. Awal bulan Maret 2020, setelah presiden mengumumkan terdapat 2 orang yang positif akan virus ini, apa yang selanjutnya kita lakukan ? Panic buying, menyebarkan berita tidak jelas di grup keluarga tentang penyebaran pandemi hingga tidak boleh menjemur pakaian lama-lama di luar, and everything that make us panic. Semakin hari, sosial media juga diramaikan oleh berbagai asumsi.
"Loh, katanya sosial media itu tempat berbagi informasi ?"
"Apakah kita salah jika berasumsi ?"
Memang betul bahwa fungsi sosial media demikian dan sah-sah juga ketika kita berasumsi, dengan artian bahwa memang semua orang berhak mengemukakan pendapatnya dan itu sudah menjadi bagian dari hak asasi setiap manusia dan sudah diatur dalam Undang-Undang, hanya saja masih terdapat kesalahpahaman mengenai makna asumsi yang sebenarnya.
Asumsi dapat diartikan sebagai suatu pendapat yang berisi argumen-argumen, kemungkinan, perkiraan, ramalan tentang suatu hal yang sifatnya belum terbukti kebenarannya.
Asumsi dapat berubah menjadi sebuah informasi ketika di dalamnya terjadi proses pembuktian secara pasti.
Sama halnya ketika kita melakukan sebuah penelitian. Asumsi dapat diidentikan seperti sebuah hipotesis yang belum teruji kebenarannya. Butuh proses yang panjang untuk mengolah asumsi menjadi sebuah informasi yang tentunya komunikatif.
Informasi yang baik dikemas dengan bahasa yang mudah diterima dan dimengerti oleh pembaca, berasal dari pengalaman-pengalaman terdahulu dan sumber terpercaya. Untuk menghasilkan informasi yang baik tentu banyak metode yang bisa dilakukan kita sebagai pengguna sosial media salah satunya dengan BERTANYA ..
Fungsi lain dari sosial media tidak lain juga merupakan wadah untuk bersosialisasi. Semakin banyak bertanya, maka semakin banyak pula pengetahuan yang diperoleh, tentu didukung oleh pengalaman dan penelitian terdahulu untuk memperkuat informasi yang nantinya akan dipublikasi.
Apakah berbahaya membagikan sebuah asumsi ke ranah publik ?
TENTU ..
Bisa dibayangkan ketika kita hanya membagikan asumsi yang belum pasti di sosial media di mana di dalamnya terdapat pembaca yang memiliki latar belakang pendidikan dan pemahaman yang berbeda, kemudian asumsi tersebut dipercaya dan diyakini oleh sebagian pembaca dan mirisnya tingkat kepanikan massa justru semakin tinggi ? What will you do next ? Apakah anda sebagai orang yang sudah membagikan asumsi tersebut akan bertanggung jawab penuh terhadap kondisi yang semakin rumit ini ?
Inilah bahayanya dari penggunaan sosial media yang dibuat oleh orang-orang yang cenderung mudah berasumsi dan membentuk konspirasi tanpa didasari sumber yang memiliki kredibilitas tinggi.
Balik lagi pada istilah:
"apa yang menurutmu benar belum tentu diterima dengan baik oleh orang lain,
dan begitu pula sebaliknya"
dan begitu pula sebaliknya"
Daripada sibuk memposting sebuah asumsi, lebih baik membagikan informasi yang sudah jelas keakuratan dan kredibilitasnya serta tidak menambah kepanikan publik. Atau paling tidak, ditengah pandemi yang semakin merajalela ini, lebih baik memposting kampanye atau ajakan untuk saling menjaga diri dan melakukan social distancing seperti yang sudah dianjurkan.
KRITIS BOLEH TAPI BODOH JANGAN
bukankan kita dibekali akal tidak lain untuk terus berpikir ?
Comments
Post a Comment